![]() |
Telaga Ranjeng |
KABUT sore bergerak turun di atas Telaga Ranjeng. Hawa dingin menyeruak ke setiap sudut ruang, membuat warga pedukuhan mengurungkan niatnya bepergian.
Hanya satu dua orang terlihat masih berkeliaran di antara gang-gang tak beraspal. Sesekali dari arah telaga desiran angin menebarkan aroma bebungaan ke tengah perkampungan. Suasana dingin kian mencekam.
Nama Telaga Ranjeng bagi penduduk Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes tentu sudah tidak asing. Perkampungan kecil yang terletak di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut (dpl) itu tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan situs keramat di tempat itu.
Telaga Ranjeng, demikian penduduk memberi nama danau seluas 48,5 hektare tersebut. Bagi penduduk Desa Pandansari yang sudah bertahun-tahun hidup di dataran tinggi Kaligua, danau Telaga Ranjeng tentu bukan asing lagi, karena lokasinya berada di antara perkampungan dan perkebunan teh Kaligua.
Tidak satu pun warga yang tahu persis mengapa telaga itu dinamakan Ranjeng. Para warga menyebut nama itu karena sudah tular menular dari satu generasi ke generasi.
Satu-satunya sumber yang dapat digali keterangannya hanya Daryono (50), warga Desa Pandasari yang juga penjaga pintu Telaga Ranjeng. Dari dialah terkuak kisah keramat Telaga dan sang penunggu telaga bernama Mbah Ranjeng."Mbah Ranjeng itu penjaga telaga dan desa disini," tutur Daryono.
Selanjutnya pria itu lantas bercerita tentang makhluk gaib yang berjuluk Mbah Ranjeng. Dituturkan, Mbah Ranjeng adalah sang mbahurekso. Konon, di tengah telaga terdapat istana gaib miliknya. Seperti layaknya seorang raja, dia juga memiliki ribuan pengawal.
Sudah menjadi kepercayaan warga desa setempat, Mbah Ranjeng bukan sekadar penunggu gaib di telaga tersebut melainkan juga pelindung bagi desa di sekitarnya.
Boleh percaya atau tidak, setiap kali ada bencana atau musibah, Mbah Ranjeng akan memberi isyarat pada warga setempat. Demikian pula bila tempat tersebut akan memperoleh berkah, sang mbahurekso pun mengirimkan isyarat dari dalam telaga. Hal itu bukan sekadar omong kosong, karena seluruh warga sekitar sudah membuktikannya.
"Tahun 1988 lalu, seluruh penduduk kampung melihat ikan sebesar kapal berurukan besar berenang di permukaan telaga," tutur Daryono. Pengakuan Daryono dibenarkan Edi (30), warga setempat.
Diungkapkan, dia bersama puluhan warga desa pernah melihat ikan besar muncul di telaga itu. Peristiwa itu tidak lama berselang sebelum berdirinya pabrik jamur PT Zeta Agro Corporatian.
Mengakui
![]() |
Telaga Ranjeng |
Terlepas dari benar tidaknya kisah tersebut, yang jelas banyak warga luar daerah yang mengakuinya. Hal itu terlihat dari banyaknya warga yang mengunjungi telaga tersebut. Kedatangan mereka tidak hanya mencari pemandangan alam, namun juga berharap berkah dari sang penunggu telaga. Para pengunjung biasanya membawauba rampe ritual berupa kembang tujuh rupa serta dua butir kemenyan. Agar persembangan makin afdol, pengunjung biasanya meminta bantuan penjaga pintu untuk memandu memanjatkan doa mantera.
Usai melakukan ritual, pengunjung dapat mengagumi keunikan telaga itu. Keunikan itu tidak lain adalah keberadaan ribuan ikan lele di tengah telaga. Anehnya, lele-lele itu terlihat sangat jinak. Bahkan, lele-lele itu akan berkerumun saling berebutan manakala salah seorang pengunjung memberi makanan.
Meski tempatnya cukup mendukung, namun jangan sekali-kali berbuat maksiat di lokasi tersebut. Menurut kepercayaan warga, bila seorang pengunjung nekat melanggar etika moral di telaga, tidak lama kemudian dia akan memperoleh musibah.
"Pernah terjadi sepasang kekasih mengalami kecelakaan setelah memadu cinta di telaga," tutur Edi. Selain itu ada juga pantangan untuk tidak mengambil ikan dari dalam telaga. Bila pantangan itu dilanggar yang bersangkutan dapat menderita berbagai macam penyakit.
Sumber : SUARA MERDEKA
0 komentar:
Posting Komentar